Jumat, 13 September 2013





Potensi pangsa pasar  industri kreatif  terus meningkat, mampu mendorong sosok wanita-wanita tangguh mengembangkan warisan budaya Indonesia menjadi andalan perekonomian masyarakat di berbagai daerah. Sebagaimana yang dilakukan Perkumpulan Rumah Pesona Kain.
Potensi pangsa pasar produk industri kreatif yang terus meningkat mendorong sosok wanita-wanita tangguh mengembangkan warisan budaya Indonesia menjadi andalan perekonomian masyarakat di berbagai daerah. Ini sebagaimana yang dilakukan  PRPK yang mengembangkan produk kreatif berbasis busana, seperti kain songket, tenun ikat, sulaman, dan yang tidak kalah terkenalnya yakni batik.
Pesona batik kudus yang sempat punah setelah mengalami kejayaan pada era 1970-an. Ini tidak lepas dari tangan dingin yang mendorong kebangkitan produksi dan promosi batik kudus di PRPK, yakni Ade Krisnaraga Syarfuan dan Miranti Serad.

Dengan menggandeng Yuli Astuti, salah satu perajin batik asal Kudus yang masih ada, sudah dibina sekitar 20 perajin lainnya untuk menjaga keberlangsungan produksi batik kudus. Batik kudus sendiri memunyai ciri khas atau berpola perpaduan (gabungan pola Mataraman dan Pesisiran ditambah sentuhan budaya Arab dan China).

Dengan perpaduan warna dasar cokelat khas Mataraman dengan warna yang mencirikan Pesisiran, batik kudus sepintas terkesan berpola kontemporer. Namun, bila dilihat lebih dekat dan secara detail, terdapat pola-pola khas batik dari seluruh wilayah di Jawa.


“Batik kudus memiliki keunikan dan kekhasan, namun belum banyak diapresiasi oleh masyarakat luas sehingga PRPK merasa terdorong untuk mempromosikan dan menyosialisasikannya. Kita akan menggerakkan tokoh-tokoh masyarakat untuk menggunakan pakaian berbasis kain-kain khas Indonesia, salah satunya batik kudus,” kata Ade di sela acara “Ngunjuk Teh dan Batik Kudus” di Jakarta, kemarin.

Turut hadir pada acara ini jajaran pengurus dan penggiat di PRPK. Pada acara ini dipamerkan batik kudus kuno yang sudah berusia puluhan hingga ratusan tahun, seperti batik motif merak ngigel dan buketan (kain panjang pagi-sore, 1950), motif buket susimoyo (kain panjang pagi-sore, 1940), motif lunglungan kepala tumpal pasung maniman (kain sorong, 1950), dan batik dengan motif-motif kuno lainnya. Selain motif kuno, saat ini sudah berhasil dikembangkan motif dlorong kembang, merak, kupu-kupu, buket crysan, dan motif kapal kandas yang akan dipatenkan.

“Dengan pembinaan ini, diharapkan popularitas batik kudus terus meningkat, terutama juga kualitas yang terus membaik dan harga yang lebih terjangkau,” tutur Ade.

Batik kudus sangat tergolong unik, baik dari sisi warna maupun corak. Sebagai produk kreatif dari daerah pesisir, batik kudus merupakan terjemahan karya multikultur. Selain pengaruh dari Mataraman, ciri khas batik kudus juga memperlihatkan sentuhan dari tangan-tangan ahli dari Pekalongan.

“Dalam kumpulan batik kudus dikenal batik peranakan yang halus dengan isen-isen yang rumit. Batik kudus berwarna sogan (kecokelatan) ciri khas batik Jawa Tengah, namun dihiasi corak dan pola dengan warna-warna cerah, seperti merah, kuning, dan lainnya. Selain budaya China, budaya Islam dari jazirah Arab juga memengaruhi pola atau corak batik kudus, misalnya dengan adanya sentuhan kaligrafi” katanya.

0 komentar:

Posting Komentar