Jumat, 13 September 2013




JAKARTA -  Kemenperin telah mengusulkan pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk batik dibuat dalam tiga kategori. Tujuannya agar batik bisa lebih berkembang dan tidak hanya dibatasi oleh pakem tertentu saja.

Berikut 3 Kategori SNI Batik

Batik budaya adalah batik yang menggunakan cara dan pakem yang sudah berlangsung selama ratusan tahun. Cara pembuatannya dengan alat canting, pewarna cat dan malam, serta motif dasar yang memiliki pakem tertentu. Pembinaan batik budaya dilakukan oleh Kementerian Pendidikan Nasional.

Sedangkan batik industri merupakan batik yang diproduksi secara massal, yang menyerap banyak tenaga kerja. Tidak menutup kemungkinan batik dibuat dengan metode printing. Pembinaan batik industri dilakukan oleh Kementerian Perindustrian.

Sementara batik kreatif, media tidak harus kain tapi bisa di semua media misalnya kayu, keramik atau bahkan tubuh manusia. Untuk pembinaan batik kreatif akan dilakukan oleh Kementerian Pariwisata dan Industri Kreatif.

Selama ini SNI batik yang sudah ada hanya menjelaskan batik secara umum dengan parameter terbatas seperti uji tarik, warna dan keamanan bagi penggunanya. Definisi batik juga bersifat umum seperti dibuat di media kain, menggunakan peralatan canting, cat dan malam.

Selama ini para pelaku usaha di bidang batik masih belum bersatu. Ada komunitas yang menganggap jika batik tidak mengikuti pakem, maka tidak bisa disebut batik. Misalnya pembuatan batik harus menggunakan canting, padahal banyak juga yang menggunakan kuas.
 Semua batik yang berkembang di Indonesia harus diakui. Jadi perlu ada tiga kategori SNI yang berbeda.

SNI batik sebenarnya sudah ada sejak sekitar tahun 2006. Namun masih bersifat sukarela atau belum diwajibkan. Hasil revisi SNI yang tengah dilakukan rencananya akan diberlakukan secara wajib. Ia berharap revisi bisa dilakukan secepatnya.

Wakil Ketua Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas), Vita Gamawan Fauzi, mengatakan, usulan mengenai kategori batik cukup baik. Batik yang terus berinovasi juga menjadi tuntutan pasar. Jika tidak bisa memenuhi selera pasar yang terus berkembang, batik malah bisa ditinggalkan masyarakat. "Asal tetap diproduksi di dalam negeri, berbagai jenis batik harus tetap diakui. Jangan sampai, produk asing yang malah memanfaatkannya," kata Vita. kto

0 komentar:

Posting Komentar