Kamis, 26 September 2013


Perkembangan industri batik faktanya berpengaruh pada kelestarian alam. Semakin tinggi permintaan akan pakaian, makin banyak pula pemakaian lilin, bahan kimia dan pemutih yang bisa merusak lingkungan.

Memahami kondisi ini, Perkumpulan Ekonomi Indonesia-Jerman (EKONID) membuat suatu program Clean Batik Initiative (CBI), yaitu untuk peningkatan industri fashion namun peduli lingkungan hidup. Program  ini  mengedukasi masyarakat agar cinta batik dan lingkungan, juga mengubah cara kerja para pengrajin yang sebelumnya memakai bahan kimia menuju proses yang lebih ramah lingkungan.

Mencari pasar untuk Ecobatik ini juga menjadi tantangan bagi EKONID, mereka pun menggandeng beberapa desainer kenamaan Indonesia untuk lebih mengenalkan batik ini pada masyarakat. Para desainer ini adalah Musa Widyatmodjo, Carmanita, Lenny Agustin, Caterina Hapsari dan Batik Fractal.

Setiap helai batik yang digunakan dalam Ecobatik Signature Collection dibuat oleh pengrajin batik tersertifikasi dari berbagai daerah di Tanah Air. Uniknya lagi, koleksi ini diklaim tidak sekadar ramah lingkungan dengan pewarna alam dari perkebunan yang sudah biasa kita lihat, melainkan dari limbah.

Carmanita, salah satu desainer yang turut bekerjasama menciptakan rangkaian eksklusif ini mengungkapkan, "Hal ini membuat saya involve lebih jauh. Dan pewarnaan limbah adalah opsi lain bagi para pengrajin. Karena nggak semua pengrajin mampu membelinya. Saya pernah beli kulit manggis satu truk untuk membuat warna baru," tutur desainer yang fokus pada produksi batik itu.

Musa Widyatmodjo juga mengungkapkan hal yang sama. Baginya, batik ini bukan sekadar memakai pewarna alam melainkan pertanggungjawaban kembali pada alam. "Ini bukan sekadar batik dengan pewarna alam. Tapi mengambil sesuatu yang memang sudah wasted (tak terpakai). Misalnya daun jatuh, atau sayur dan buah busuk. Prosesnya begitu cantik," tambah Musa.

Dalam acara yang sama juga terdapat gerai batik tempat para pengrajin memamerkan karyanya. Batik Eco-friendly ini memang cukup mahal dikarenakan proses pewarnaan yang memakan waktu cukup lama. Beberapa pengrajin batik menawarkan Ecobatik denga kisaran Rp 600 ribuan hingga Rp 5 jutaan.

0 komentar:

Posting Komentar